Situbondo, peristiwa.co // Sistem pengadaan barang dan jasa melalui platform e-katalog yang selama ini diklaim sebagai solusi digital antikorupsi, justru dinilai membuka peluang praktik korupsi baru dalam skala besar, khususnya di sektor konstruksi. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Umum LSM SITI JENAR, Eko Febriyanto, dalam keterangannya kepada awak media di Kejaksaan Negeri Situbondo, Selasa (8/4/2025).
Eko menyoroti bahwa e-katalog, yang seharusnya mempercepat dan mempermudah proses pengadaan, kini kerap disalahgunakan oleh oknum di pemerintahan daerah untuk memuluskan proyek-proyek dengan kepentingan tertentu.
“Modus baru korupsi di sektor konstruksi kini tidak lagi terjadi dalam proses tender terbuka, tapi lewat penunjukan langsung melalui e-katalog. Ini sangat berbahaya,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa e-katalog lebih tepat digunakan untuk pengadaan barang seperti alat tulis kantor, perlengkapan sekolah, atau alat kendaraan. Namun penerapannya pada proyek fisik seperti pembangunan jalan dan jembatan, menurutnya, telah menyimpang dari tujuan awal digitalisasi pengadaan.
“Untuk proyek fisik, e-katalog justru membuka ruang permainan harga dan penunjukan rekanan secara sepihak oleh PPK, tanpa proses seleksi yang terbuka,” tegas Eko.
Ia mencontohkan kasus korupsi pengadaan jasa konstruksi di Kabupaten Situbondo yang baru-baru ini dibongkar KPK, dan menyeret kepala dinas serta Bupati aktif. “Itu bukti bahwa sistem digital pun bisa dimanipulasi. Celah korupsi masih terbuka lebar,” katanya.
Eko juga menyoroti minimnya ruang bagi masyarakat untuk mengawasi proses penunjukan rekanan melalui e-katalog. “Semua keputusan ada di tangan PPK dan penyedia. Publik tidak tahu siapa yang ditunjuk, bagaimana prosesnya, dan apakah penyedia itu memang layak,” tambahnya.
Menurutnya, proses tender terbuka jauh lebih akuntabel karena melalui tahapan seleksi dan verifikasi yang bisa diawasi publik maupun aparat pengawas. “Dalam tender terbuka, Pokja pemilihan punya peran penting dalam mengevaluasi kelayakan penyedia. Tapi lewat e-katalog, semua itu hilang,” ucapnya.
Eko juga mengkritik sistem pengawasan digital seperti e-audit yang digagas oleh LKPP, yang diklaim dapat menelusuri penyimpangan dan terhubung ke BPKP maupun KPK. “Nyatanya, kasus besar masih terus terjadi. Koruptor lebih pintar menyiasati sistem dari tahun ke tahun,” ujarnya.
LSM SITI JENAR, lanjut Eko, hadir sebagai bentuk kontrol sosial untuk mendorong pemerintahan yang bersih. Ia berharap Kejaksaan tetap aktif dalam mengawal proyek pengadaan di daerah, meski TP4D telah dibubarkan. “Masih ada Bidang Datun dan Jaksa Pengacara Negara yang bisa dimanfaatkan untuk pengawalan hukum,” jelasnya.
Ia pun menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat Situbondo agar tidak abai terhadap isu pengadaan barang dan jasa. “Kalau kita diam, praktik-praktik ini akan terus berulang. Sudah cukup dua Bupati kita ditangkap KPK. Ini seharusnya jadi alarm bagi kita semua,” tegasnya.
Eko menutup pernyataannya dengan menegaskan komitmen organisasinya dalam mengawal kebijakan yang berpotensi disalahgunakan. “Kami ingin Situbondo menjadi contoh daerah yang berani berubah. Jangan sampai slogan Tak Congocoah Tak Cok Ngeco’ah hanya jadi jargon kosong,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Situbondo, Ginanjar Cahya Permana, S.H., M.H., merespons positif kedatangan Ketua Umum LSM SITI JENAR. Berdasarkan pantauan awak media, audiensi yang berlangsung di hari aktif pertama pascalibur Lebaran tersebut digelar di ruang kerja Kasi Intelijen dan berlangsung sekitar tiga jam.
Eko Febriyanto hadir didampingi Lukman Hakim, S.H., dan diterima langsung oleh Kajari Situbondo beserta jajaran, di antaranya Kasi Intel Huda Hazamal (Hedy), S.H., M.H., dan beberapa pejabat utama lainnya.
Pewarta: Tim/Red
Editor: Benny Hartono