Situbondo, peristiwa.co // Framing kembali terjadi terhadap Yayasan Pondok Pesantren Makhad Islam Kontemporer Sarina di Kelurahan Ardirejo, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur, hal ini sebagaimana disampaikan oleh Kuasa Hukum Yayasan, Dr. H. Supriyono, S.H., M.Hum., Jum’at, 28/032025.
Kepada media ini Dr. H. Supriyono, S.H., M.Hum., menyampaikan bahwa sebelumnya juga ada tuduhan pencabulan yang dituduhkan terhadap pengasuh dan dilaporkan ke polisi oleh salah satu mantan wali santri, namun setelah tuduhan pencabulan ini lemah dan tidak mendasar, kini giliran Madrasah Ibtidaiyah Multiple Sarina yang berada dibawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Makhad Islam Kontemporer Sarina yang dituduh telah melakukan ujian fiktif oleh mantan wali santri.
“Dulu di framing dengan tuduhan pencabulan terhadap pengasuh, sampai melaporkan ke Polres, namun setelah tuduhan itu lemah dan tidak mendasar sekarang malah muncul lagi framing lain, muncul lagi tuduhan adanya ujian fiktif di Madrasah Ibtidaiyah Multiple Sarina yang statusnya berada dibawah naungan Yayasan”, ujarnya.
Menurut Dr. H. Supriyono, S.H., M.Hum., uniknya tuduhan masif ini tidak hanya dilakukan oleh satu orang, tuduhan pencabulan yang dialamatkan terhadap pengasuh dituduhkan oleh Ida Nurul Badriyah, warga Kelurahan Mimbaan, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo, namun tuduhan ini nampaknya akan kandas karena memang tidak pernah terjadi pencabulan seperti yang dituduhkan, sementara saat ini terkait tuduhan ujian fiktif dituduhkan oleh Saiful Bari selaku orang tua dari Zilfa Azilia Saifana.
“Tuduhan masif ini tidak hanya dilakukan oleh satu orang, tuduhan pencabulan dulu dilakukan oleh Ida Nurul Badriyah, warga Kelurahan Mimbaan, kemudian tuduhan ini akan kandas karena memang tidak pernah terjadi pencabulan, sementara saat ini terkait tuduhan ujian fiktif dilakukan oleh Saiful Bari selaku orang tua dari Zilfa Azilia Saifana”, tambahnya.
Bahkan Dr. H. Supriyono, S.H., M.Hum., menduga jika framing dari semua tuduhan ini aktornya diduga si Saiful Bari, termasuk tuduhan pertama soal pencabulan yang dituduhkan oleh Ida Nurul Badriyah diduga dibelakangnya ada Saiful Bari.
“Justru kami sudah menduga jika dibelakang Ida Nurul Badriyah yang menuduh pertama tentang pencabulan terhadap pengasuh itu ada Saiful Bari”, terangnya.
“Kami sebagai Kuasa Hukum Yayasan juga mendengar waktu itu Saiful Bari pernah ada rencana mau melaporkan dugaan pencabulan juga, tapi mungkin dirinya sadar kalau tuduhannya itu sangat tidak mendasar sehingga tidak jadi melaporkan”, jelasnya.
Sebelumnya muncul pengaduan Saiful Bari ke Polres Situbondo, pada saat membuat pengaduan ia didampingi Abdur Rahman Saleh dari LBH Mitra Santri, Saiful Bari mengadukan tentang adanya dugaan ujian fiktif sebagaimana Pengaduan Masyarakat Nomor: LPM/72.SATRESKRIM/III/2025/SPKT/POLRES SITUBONDO tertanggal 27 Maret 2025.
Selain soal pengaduan dugaan adanya ujian fiktif ke Polres Situbondo, Saiful juga mengungkap dugaan kekerasan fisik yang dialami anaknya selama mondok di pesantren tersebut. Namun, pengakuan ini hanya didasarkan pada informasi alias tidak di ketahui langsung dan atau tidak dilengkapi bukti medis atau saksi-saksi.
“Putri saya mengaku dipukul tiga kali sehari, bahkan pakai kayu hingga lebam, itu saya dengar dari temannya,” kata Saiful.
Menanggapi tudingan Saiful Bari yang melaporkan dugaan adanya ujian fiktif tersebut, Dr. H. Supriyono, S.H., M.Hum., membantah dengan tegas bahwa tuduhan ujian fiktif itu sama sekali tidak benar.
“Tidak benar tuduhan itu, anaknya kan tidak ikut ujian dan akhirnya tidak lulus, terus ujian fiktifnya dimana, kan anaknya yang bernama Zilfa Azilia Saifana memang tidak lulus karena tidak ikut ujian”, tegasnya.
“Walaupun demikian, Madrasah Ibtidaiyah Multiple Sarina masih memberikan kesempatan selama satu minggu sejak ujian berakhir bagi anak tersebut untuk mengikuti ujian susulan, tetapi kesempatan itu tidak dimanfaatkan”, sebutnya.
Lebih lanjut Dr. H. Supriyono, S.H., M.Hum., menyatakan bahwa pengaduan ke polisi oleh Saiful Bari ini diduga kuat karena sakit hati, sehingga dengan berbagai cara sampai mencari-cari kesalahan pondok.
Menurut Dr. H. Supriyono, S.H., M.Hum., bahwa dugaan sakit hati ini berkaitan dengan status pelapor sebagai mantan wali murid yang pernah berjualan sarung, kue dan usus ayam kepada santri tapi tidak diperbolehkan oleh pesantren.
“Saiful Bari ini pernah jualan sarung, kue, usus ayam kepada santri namun oleh pesantren tidak diperbolehkan karena usus ayam yang dijual harganya sangat mahal yaitu sebesar 30 ribu dan terhadap itu banyak wali santri yang protes dan mengeluhkan karena anaknya di pesantren sering kekurangan uang karena uang yang dipegang santri dibuat beli usus ayam”, bebernya.
Bahkan menurut Dr. H. Supriyono, S.H., M.Hum., anaknya Saiful Bari ini sering tidak membayar kewajiban sekolah, tetapi hal itu tidak pernah dipermasalahkan.
Dr. H. Supriyono, S.H., M.Hum., menyebut, anaknya Saiful Bari pernah mengaku sudah membayar kewajibannya, tetapi setelah dicek dalam pembukuan pesantren, ternyata tidak ada pembayaran.
“Karena sering tidak membayar, kepala sekolah menegur dan menyuruh anak tersebut untuk berbicara jujur kepada ayahnya. Akhirnya, Zilfa benar-benar menyampaikan kepada ayahnya. Namun, bukan dibayarkan, justru Zilfa dipukul oleh ayahnya sendiri, bukan oleh kepala sekolah,” ujarnya.
“Sejak dipukul sendiri oleh ayahnya itulah, Zilfa langsung dibawa pulang oleh ayahnya dan tidak kembali lagi ke pondok dan tidak ikut ujian kelulusan”, pungkasnya.
Penulis: Red
Editor: Red